BAB I
PENDAHULUAN
A. LATARBELAKANG MASALAH
Kemiskinan
merupakan masalah multidimensi dan lintas sector yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang saling berkaitan, antara lain: tingkat pendapatan, kesehatan,
pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi, geografis, gender, dan
kondisi lingkungan.
Sampai
saat ini jumlah penduduk miskin di Indonesia masih besar. Jumlah penduduk
miskin di Indonesia pada tahun 2005 sebesar 35,1 juta jiwa atau 15,97 persen.
Kondisi ini memburuk, pada tahun 2006, jumlah penduduk miskin meningkat menjadi
39,3 juta jiwa atau 17,75 persen. Salah satu penyebab meningkatnya jumlah
penduduk miskin pada tahun 2006 adalah tingginya tingkat inflasi akibat
kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Namun, berangsur-angsur kondisi ini
terus membaik. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2008
sebesar 34,96 juta atau 15,42 persen. Jumlah penduduk miskin tersebut sudah
berkurang sebesar 2,21 juta dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada
bulan Maret 2007 yang berjumlah 37,17 juta atau 16,58 persen. Meskipun secara
persentase telah terjadi penurunan, jumlah penduduk miskin yang ada masih harus
terus diturunkan.
B.
RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Jelaskan
pengertian kemiskinan?
2.
Uraikan
mengenai masalah kemiskinan?
3.
Jelaskan
faktor-faktor penebab kemiskinan?
4.
Jelaskan
cara-cara mengatasi kemiskinan?
5.
Uraikan
solusi islam dalam mengatasi kemiskinan?
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan masalah yaitu sebagai
berikut :
1.
Menjelaskan pengertian kemiskinan
2.
Menguraikan mengenai masalah kemiskinan
3.
Menjelaskan faktor-faktor penyebab kemiskinan
4.
Menjelaskan
cara-cara mengatasi kemiskinan
5.
Menguraikan
solusi islam dalam mengatasi kemiskinan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
kemiskinan
1. Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam
memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos, 2002:3).
2. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di
bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non
makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan
(poverty threshold). Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan
oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo
kalori per orang per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari
perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan
jasa lainnya (BPS dan Depsos, 2002:4).
3. Kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi
pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntunan non-material
yang diterima oleh seseorang. Secara luas kemiskinan meliputi kekurangan atau
tidak memiliki pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, kekurangan
transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat (SMERU dalam Suharto dkk, 2004).
4. Fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak
mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan
atau orang yang mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak memenuhi
kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan (Depsos, 2001).
5. Kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk
mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi
(Friedman dalam Suharto, dkk.,2004:6).
B.
Masalah Kemiskinan
Jumlah
penduduk miskin yang masih cukup besar dan permasalahan kemiskinan yang
kompleks dan luas menuntut penanganan yang komprehensif dan berkelanjutan dalam
menurunkan jumlah penduduk miskin. Faktor lain yang masih memperlambat pencapaian
penurunan kemiskinan sebagai berikut:
1. Belum meratanya program pembangunan, khususnya di
pedesaan, luar Pulau Jawa, daerah terpencil, dan daerah perbatasan. Sekitar
63,5 persen penduduk miskin hidup di daerah pedesaan. Secara persentase
terhadap jumlah penduduk di daerah tersebut, kemiskinan di luar Pulau Jawa
termasuk Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua juga lebih tinggi dibandingkan di
Pulau Jawa. Oleh karena itu, upaya penanganan kemiskinan seharusnya lebih
difokuskan di daerah-daerah tersebut.
2. Masih terbatasnya akses masyarakat miskin terhadap
pelayanan dasar.
3. Masih besarnya jumlah penduduk yang rentan untuk
jatuh miskin, baik karena guncangan ekonomi, bencana alam, dan juga akibat
kurangnya akses terhadap pelayanan dasar dan sosial. Hal ini menjadi
permasalahan krusial yang harus dihadapi dalam penanganan kemiskinan. Pada saat
ini masih terdapat 3,8 juta jiwa korban bencana alam, 2,5 juta jiwa orang
cacat, 2,8 juta anak terlantar, 145 ribu anak jalanan, 1,5 juta penduduk lanjut
usia, 64 ribu gelandangan dan pengemis, serta 66 ribu tuna susila yang
membutuhkan bantuan dan jaminan sosial.
4. Kondisi kemiskinan sangat dipengaruhi oleh
fluktuasi harga kebutuhan pokok. Fluktuasi ini berdampak besar pada daya beli
masyarakat miskin. Sehubungan dengan itu, upaya penanggulangan kemiskinan
melalui stabilisasi harga kebutuhan pokok harus dilakukan secara komprehensif
dan terpadu. Hal ini bertujuan agar penanggulangan kemiskinan, baik di
perdesaan maupun perkotaan dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Berbagai
kebijakan dan upaya penanggulangan kemiskinan sejak tahun 2005 hingga tahun
2008 senantiasa disempurnakan agar pengurangan angka kemiskinan dapat tercapai
secara efektif. Beberapa kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan berbagai
kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan dari tahun 2005—2008 adalah
sebagai berikut:
1. Tingginya inflasi pada tahun 2005 yang mencapai 17
persen menyebabkan garis kemiskinan pada tahun 2006 naik secara signifikan
sehingga meningkatkan jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan
pada tahun tersebut.
2. Naiknya harga minyak dunia yang cukup besar telah
mempersempit ruang gerak fiskal untuk melakukan ekspansi program pengentasan
kemiskinan.
3. Rangkaian bencana alam di beberapa daerah
mengakibatkan beralihnya fokus pelaksanaan program pembangunan dan pertumbuhan.
Akibatnya, pelaksanaan program pengentasan kemiskinan menjadi tidak optimal.
4. Banyaknya program multisektor dan regional yang
ditujukan untuk mengurangi kemiskinan, ternyata masih sangat sektoral dan
kurang terintegrasi sehingga mengakibatkan rendahnya efektivitas dan efisiensi
program tersebut.
5. Pemahaman dan kemampuan pemda untuk melakukan
sinergi terhadap program masih beragam dan belum optimal sehingga penurunan
kemiskinan belum signifikan.
6. Terbatasnya akses sumber pendanaan bagi masyarakat
miskin dan masih rendahnya kapasitas serta produktivitas usaha untuk memperluas
kesempatan kerja dan terciptanya kegiatan ekonomi bagi masyarakat/keluarga
miskin.
Dari
berbagai permasalahan tersebut, upaya penurunan tingkat kemiskinan sangat
bergantung pada pelaksanaan dan pencapaian pembangunan di berbagai bidang. Oleh
karena itu, agar pengurangan angka kemiskinan dapat tercapai, dibutuhkan
sinergi dan koordinasi program-program pembangunan di berbagai sektor, terutama
program yang menyumbang langsung pada penurunan kemiskinan.
C.
Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan
1. Ketidakmampuan mengelola sumber daya alam secara
maksimal;
2.
Kebijakan
ekonomi yang tidak berkomitmen terhadap penanggulangan kemiskinan dan
semata-mata mengejar pertumbuhan ekonomi (trickle down effect tidak
bekerja)
- Kesalahan mendasar dalam asumsi perekonomian Indonesia adalah pengangguran dan kemiskinan hanya mungkin diatasi jika ekonomi tumbuh minimal (misalnya) 6,5 %.
- Yang dapat mengatasi pengangguran dan kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi yang melibatkan kegiatan ekonomi rakyat yang pelakunya adalah masyarakat miskin.
- Pengangguran dan kemiskinan adalah dua hal berbeda. Orang yang menganggur belum tentu miskin.
- Ilustrasi: 1 % pertumbuhan diasumsikan mampu menampung 200.000-400.000 tenaga kerja baru, maka pertumbuhan 6.5 % hanya mampu mempekerjakan 1,3 juta-2,6 juta tenaga kerja dan tidak ada jaminan bagi penduduk miskin yang mencapai puluhan juta jiwa.
D.
Cara Mengatasi Kemiskinan
Pada
prinsipnya, pemerintah dalam program pembangunannya telah menjadikan kemiskinan
sebagai salah satu fokus utamanya. Program umum Presiden RI yang sering disebut
dengan triple track mencakup pro poor, pro growth dan pro employment
atau program pembangunan yang berfokus pada pengentasan kemiskinan, peningkatan
pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja.
Dalam
kondisi ideal, maka peningkatan pertumbuhan ekonomi akan diikuti dengan
perluasan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan. Namun keadaan riil tidak
selalu seperti yang diharapkan. Adapun hal-hal yang mungkin terjadi adalah :
§ Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak diikuti
dengan pengurangan kemiskinan,
§ Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi tidak
lantas memperluas lapangan kerja
§ Lapangan kerja yang luas akan tetapi
pertumbuhan ekonomi tetap rendah
Dalam
mengatasi masalah kemiskinan harus bertumpu pada peningkatan pertumbuhan
ekonomi. Tanpa adanya pertumbuhan ekonomi yang memadai maka lapangan kerja yang
tersedia tidak akan cukup atau bisa jadi tersedia lapangan kerja yang luas
namun tidak sanggup untuk menyediakan tatanan upah yang memadai sehingga tetap
tidak sanggup mengatasi masalah kemiskinan.
Namun
sebaliknya pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga tidak dengan sendirinya akan
menyediakan lapangan kerja yang berkualitas dan langsung menyelesaikan masalah
kemiskinan. Ada beberapa faktor yang perlu menjadi catatan dalam hal ini
sebagai berikut:
v Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan ditopang
oleh sektor-sektor yang memiliki elastisitas lapangan kerja rendah, tidak akan
menyelesaikan masalah kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi seperti ini umumnya
memberikan pemihakan pada sektor sektor tertentu sehingga mempersempit peluang
berkembangnya sektor lain, yang pada akhirnya akan berakibat pada berkurangnya
jenis lapangan kerja yang tersedia.
v Pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun ditopang
oleh keberadaan industri milik negara yang memperoleh sejumlah proteksi
tertentu juga tidak menjamin akan dapat menyelesaikan masalah kemiskinan.
v Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan ditopang
oleh industri canggih juga berpotensi untuk memperparah masalah kemiskinan dan
pengangguran.
v Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan
tetapi dengan ditunjang oleh kekuatan ekonomi yang bersifat terkonsentrasi juga
tidak akan sanggup mengatasi masalah kemiskinan.
Secara
umum, kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia
umumnya akan selalu berhadapan dengan tiga tantangan penting yaitu:
·
Tantangan
untuk menyediakan lapangan kerja yang cukup.
·
Tantangan
untuk memberdayakan masyarakat.
·
Tantangan
untuk membangun sebuah kelembagaan jaminan sosial yang akan menjamin masyarakat ketika terjadi ketegangan ekonomi (economy shock). Sehingga
untuk lebih mengefektifkan kinerja program yang telah ada, maka perlu dirancang
sebuah rekomendasi kebijakan yang akan sanggup untuk mengakselerasi capaian
dari program-program tersebut.
Rekomendasi Kebijakan
untuk Mengatasi Kemiskinan
Pemerintahan SBY-JK
dewasa ini, memberikan komitmen yang sangat serius terhadap segenap upaya untuk
mengatasi masalah kemiskinan. Bentuk keseriusan itu adalah dalam alokasi
anggaran penanggulangan kemiskinan pada kementerian dan lembaga (KL) di dalam
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) pada 2007 sebesar Rp25,41 triliun atau 11,05%
dari total pagu indikatif KL (Rp. 230,3 triliun) . Dengan alokasi anggaran
sebesar itu, pemerintah bertekad untuk mengurangi penduduk miskin sampai 14,4%
pada akhir tahun 2007.
Dalam
kaitan dengan lapangan kerja, maka pemerintah pada tahun 2007 bertekad untuk
menekan angka pengangguran terbuka menjadi 10,4% dari angkatan kerja,
meningkatkan investasi berupa pembentukan modal tetap bruto 11,5% dan
pertumbuhan industri nonmigas sebesar 8,1%, selain itu, meningkatkan penerimaan
devisa negara dari pariwisata sebesar 15% . Pemerintah juga telah menyiapkan
sebanyak 3,5 juta lapangan kerja baru dari sektor Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM ) dalam jangka waktu 3-4 tahun kedepan . Bank Indonesia pada
tahun 2007 ini, bank akan menyalurkan kredit kepada UMKM sebesar Rp 87,2
trilyun, dimana sebesar Rp 10,96 trilyun untuk kredit investasi.
Selain
itu pemerintah juga telah membentuk kelembagaan Tim Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan (TKPK) melalui Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2005 tanggal 10
September 2005 . Tugas dari TKPK adalah melakukan langkah-langkah konkret untuk
mempercepat pengurangan jumlah penduduk miskin di seluruh wilayah NKRI melalui
koordinasi dan sinkronisasi penyusunan dan pelaksanaan penajaman kebijakan
penanggulangan kemiskinan.
Melalui
TKPK pemerintah terus mengembangkan sejumlah program nasional untuk mengurangi
kemiskinan antara lain dengan program penanggulangan kemiskinan yang pernah
dilaksanakan antara lain P4K (Proyek Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan
Kecil), KUBE (Kelompok Usaha Bersama), TPSP-KUD (Tempat Pelayanan Simpan Pinjam
Koperasi Unit Desa), UEDSP (Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam), PKT
(Pengembangan Kawasan Terpadu), IDT (Inpres Desa Tertinggal), P3DT (Pembangunan
Prasarana Pendukung Desa Tertinggal), PPK (Program Pengembangan Kecamatan),
P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan), PDMDKE (Pemberdayaan Daerah
Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi, P2MPD (Proyek Pembangunan Masyarakat dan
Pemerintah Daerah), dan sejumlah program pembangunan sektoral lainnya yang diupayakan
untuk memperkecil dampak krisis ekonomi dan mengurangi kemiskinan .
Untuk
dapat mengakselerasi program-program kerja diatas maka setidaknya diperlukan 4
rekomendasi kebijakan sebagai berikut.
Ø Rekomendasi kebijakan pertama diarahkan pada
peningkatan pertumbuhan ekonomi. Program kerja yang dapat dilakukan antara
lain: (1) mempercepat belanja negara yang dialokasikan pada sejumlah proyek
infrastruktur dan memberdayakan usaha kecil menengah sektor-sektor produksi ;
(2) mendukung dan memfasilitasi gerakan nasional penanggulangan kemiskinan dan
krisis BBM melalui rehabilitasi dan reboisasi 10 juta hektar lahan kritis
dengan tanaman yang menghasilkan energi pengganti BBM kepada masyarakat luas,
diantaranya jarak pagar, tebu, kelapa sawit, umbi-umbian, sagu.
Ø Rekomendasi kedua adalah kebijakan penguatan
sistem pendidikan nasional yang berorientasi pada penciptaan lapangan kerja.
Kebijakan pendidikan harus diintegrasikan dengan kebijakan yang mengatur
industri, ketenagakerjaan dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bentuk program
kerja yang dapat dilakukan antara lain: keberadaan kredit mikro bagi para
individu miskin yang dirancang dengan skema yang sedemikian sehingga memacu
produktifitas dan daya saing dari individu miskin tersebut. Program ini
dilakukan dengan koordinasi Bank Indonesia melalui berbagai program keuangan
mikro (microfinance) bersama bank-bank pembangunan daerah (BPD) dan bank-bank
perkreditan rakyat (BPR) bekerja-sama dengan lembaga-lembaga keuangan milik
masyarakat seperti Lembaga Dana dan Kredit Perdesaan (LDKP) dan Kelompok
Swadaya Masyarakat (KSM). Program kerja lainnya adalah membuka akses tanah
olahan bagi para individu miskin. Untuk keberhasilan program kerja ini,
diperlukan suatu kebijakan land reform yang kondusif.
Ø Rekomendasi ketiga adalah kebijakan yang mengatur
pembangunan suatu kelembagaan perlindungan sosial bagi warga negara. Bentuk
program kerjanya antara lain adalah jaminan asuransi, jaminan penanganan khusus
untuk pemberikan kredit bagi para cacat untuk wira usaha dan regulasi lainnya
terkait dengan upah minimum dan fasilitas minimum bagi para pekerja.
Ø Rekomendasi keempat adalah kebijakan yang
memungkinkan adanya akses untuk menyuarakan aspirasi dan pendapat dari kalangan
miskin (the poor). Bentuk program kerjanya antara lain pemberdayaan lembaga
TKPKRI (Perpres 54/2005) secara lebih intensif yang akan memberikan akses pada
terbentuknya forum-forum masyarakat miskin yang difasilitasi oleh pemerintah
maupun lembaga swadaya masyarakat dan/atau memberdayakan forum-forum sejenis yang
telah terbentuk.
Selama
ini masyarakat miskin sering masih dianggap sebagai burden atau beban dalam
suatu sistem ekonomi, sehingga bagaimana merubah total posisi masyarakat miskin
yang tadinya sebatas beban atau burden dalam sistem ekonomi tersebut, menjadi
kontributor dalam pertumbuhan ekonomi, khususnya melalui perannya yang semakin
aktif dalam penciptaan lapangan kerja melalui kewirausahaan
(entrepreneurships).
Hal
itu dapat diwujudkan jika tersedia suatu fasilitas interaksi komunikasi melalui
ketersediaan forum yang memungkinkan adanya akses bagi masyarakat miskin untuk
memperoleh pembelajaran agar dapat meningkatkan produktifitasnya sesuai dengan
kondisi mereka masing-masing.
E.
Solusi Islam Dalam Mengatasi Kemiskinan
Islam memandang
bahwa kemiskinan sepenuhnya adalah masalah struktural karena Allah telah
menjamin rizki setiap makhluk yang telah, sedang, dan akan diciptakannya (QS
30:40; QS 11:6). Di saat yang sama Islam telah menutup peluang bagi kemiskinan
kultural dengan memberi kewajiban mencari nafkah bagi setiap individu (QS
67:15). Setiap makhluk memiliki rizki masing-masing (QS 29:60) dan mereka tidak
akan kelaparan (QS 20: 118-119).
Strategi pengentasan
Islam memiliki
berbagai prinsip terakit kebijakan publik yang dapat dijadikan panduan bagi
program pengentasan kemiskinan dan sekaligus penciptaan lapangan kerja.
a)
Pertama, Islam mendorong pertumbuhan ekonomi yang
memberi manfaat luas bagi masyarakat (pro-poor growth).
Islam mencapai
pro-poor growth melalui dua jalur utama: pelarangan riba dan mendorong kegiatan
sektor riil. Pelarangan riba secara efektif akan mengendalikan inflasi sehingga
daya beli masyarakat terjaga dan stabilitas perekonomian tercipta. Bersamaan
dengan itu, Islam mengarahkan modal pada kegiatan ekonomi produktif melalui
kerja sama ekonomi dan bisnis seperti mudharabah, muzara'ah, dan musaqat.
Dengan demikian, tercipta keselarasan antara sektor riil dan moneter sehingga
pertumbuhan ekonomi dapat berlangsung secara berkesinambungan.
b)
Kedua, Islam mendorong penciptaan anggaran negara yang memihak pada
kepentingan rakyat banyak (pro-poor budgeting). Dalam sejarah Islam, terdapat
tiga prinsip utama dalam mencapai pro-poor budgeting yaitu: disiplin fiskal
yang ketat, tata kelola pemerintahan yang baik, dan penggunaan anggaran negara
sepenuhnya untuk kepentingan publik. .
c)
Ketiga, Islam mendorong pembangunan
infrastruktur yang memberi manfaat luas bagi masyarakat (pro-poor
infrastructure). Islam mendorong pembangunan infrastruktur yang memiliki dampak
eksternalitas positif dalam rangka meningkatkan kapasitas dan efisiensi
perekonomian. Nabi Muhammad SAW membagikan tanah di Madinah kepada masyarakat
untuk membangun perumahan, mendirikan pemandian umum di sudut kota, membangun
pasar, memperluas jaringan jalan, dan memperhatikan jasa pos. Khalifah Umar bin
Khattab membangun kota Kufah dan Basrah dengan memberi perhatian khusus pada
jalan raya dan pembangunan masjid di pusat kota. Beliau juga memerintahkan
Gubernur Mesir, Amr bin Ash, untuk mempergunakan sepertiga penerimaan Mesir
untuk pembangunan jembatan, kanal, dan jaringan air bersih..
d)
Keempat, Islam mendorong penyediaan pelayanan
publik dasar yang berpihak pada masyarakat luas (pro-poor public services).
Terdapat tiga bidang pelayanan publik yang mendapat perhatian Islam secara
serius: birokrasi, pendidikan, dan kesehatan.
e)
Kelima, Islam mendorong kebijakan pemerataan dan
distribusi pendapatan yang memihak rakyat miskin. Terdapat tiga instrument
utama dalam Islam terkait distribusi pendapatan yaitu aturan kepemilikan tanah,
penerapan zakat, serta menganjurkan qardul hasan, infak, dan wakaf. Demikianlah
Islam mendorong pengentasan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat, pengembangan sektor riil, dan pemerataan hasil pembangunan.
Dalam perspektif Islam, kemiskinan timbul karena
berbagai sebab struktural:
a.
Pertama, kemiskinan timbul karena kejahatan
manusia terhadap alam (QS 30:41) sehingga manusia itu sendiri yang kemudian
merasakan dampak-nya (QS 42:30).
b.
Kedua, kemiskinan timbul karena ketidakpedulian
dan kebakhilan kelompok kaya (QS 3:180, QS 70:18) sehingga si miskin tidak
mampu keluar dari lingkaran kemiskinan.
c.
Ketiga, kemiskinan timbul karena sebagian
manusia bersikap dzalim, eksploitatif, dan menindas sebagian manusia yang lain,
seperti memakan harta orang lain dengan jalan yang batil(QS 9:34), memakan
harta anak yatim (QS 4:2, 6, 10), dan memakan harta riba (QS 2:275).
d.
Keempat, kemiskinan timbul karena konsentrasi
kekuatan politik, birokrasi, dan ekonomi di satu tangan. Hal ini tergambar
dalam kisah Fir'aun, Haman, dan Qarun yang bersekutu dalam menindas rakyat
Mesir di masa hidup Nabi Musa (QS 28:1-88).
e. Kelima, kemiskinan timbul karena gejolak eksternal
seperti bencana alam atau peperangan sehingga negeri yang semula kaya berubah menjadi
miskin. Bencana alam yang memiskinkan ini seperti yang menimpa kaum Saba (QS
34: 14-15) atau peperangan yang menciptakan para pengungsi miskin yang terusir
dari negeri-nya (QS 59:8-9).
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Masalah kemiskinan di Indonesia memang sangat
rumit untuk dipecahkan. Dan tidak hanya di Indonesia saja sebenarnya yang
mengalami jerat kemiskinan, tetapi banyak negara di dunia yang
mengalamipermasalahan ini.
Selama ini cara-cara yang dilakukan pemerintah masih belum menuai hasil
yang memuaskan. Hal ini disebabkan karena beberapa kelemahan dalam program
penanggulangan kemiskinan, antara lain:Masih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi makro
daripada pemerataan;Sentralisasi kebijakan daripada desentralisasi;Lebih
bersifat karitatif daripada transformatif;Memposisikan masyarakat sebagai objek
dan bukan subjek;Cara pandang tentang penanggulangan kemiskinan masih berorientasi
pada ‘charity’ daripada ‘productivity’;Asusmsi permasalahan dan
solusi kemiskinan sering dipandang sama daripada pluralistis.
Sebenarnya
Islam telah menyajikan sebuah solusi yang bisa menjawab kelemahan-kelemahan
tersebut. Dan hal ini sesuai dengan firman-firman Allah dan juga
teladan-teladan yang diberikan oleh Rasulullah SAW. Akan tetapi selama ini
belum ada upaya yang benar-benar serius untuk memakai cara yang telah disajikan
Islam tersebut.
B. SARAN
1. Makalah ini diharapkan bermanfaat bagi mahasiswa khususnya bagi pemakalah
2. Semoga isi makalah ini
dapat ditelaah sehingga dapat bermanfaat bagi mahasiswa suatu saat
3. Mata kuliah
kewirausahaan diharapkan menjadi pegangan untuk mahasiswa berwirausaha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar