Terima Kasih Atas Kunjungannya

Selasa, 30 Oktober 2012

Tiga Koruptor Menguak Takdir


Upaya pemerintah memberantas korupsi menunjukkan keseriusan yang luar biasa. Saking luar biasanya, hal-hal di luar kebiasaan pun dilakukan. Tiga pelaku pembawa kabur dana BLBI yang digolongkan sebagai pelaku tindak pidana korupsi, ‘diboyong’ ke istana. Mereka dicitrakan sebagai pelaku kejahatan ekonomi kooperatif dan dipromosikan secara terarah menjadi figur suri tauladan bagi para penggelap uang rakyat yang lain. Angin segar bagi para pelaku kejahatan ekonomi kelas ratusan milyar ke atas pun sengaja dihembuskan Jaksa Agung dengan iming-iming kemungkinan dikeluarkannya SP3 bagi para koruptor ‘santun’ dan ‘budiman’. Alasan ‘pengampunan’ menurut logika sederhananya karena di tengah perekonomian bangsa yang minus dana, mereka kembali ke pangkuan Ibu pertiwi dengan membawa uang yang cukup lumayan jumlahnya. Bahwasanya uang tersebut hasil kerja membobol kas negara delapan tahun yang lalu, sepertinya menjadi urusan sekunder. Jadi sekarang  yang penting mereka mau kembali, koperatif dan nyetor.
Ketika peristiwa terjadi, malam itu kebetulan saya tengah berada di dalam taksi mengikuti peristiwa sensasional ini lewat pemberitahuan radio. Belum lagi seluruh pemberitaan selesai, Pak Supir yang berdarah tapanuli langsung bereaksi, “Enak kali mereka. Tahu begitu aku pilih jadi penjahat kelas berat dari pada jadi supir taksi, biar bisa bertandang ke istana. Bah, makin pening aku dibuatnya...! “secara refleks saya berusaha meredam kegusarannya, “jangan berprasangka buruk dulu, Pak. Kita hargai saja niat baik pemerintah memberantas korupsi. Soal cara kan masih bisa dikoreksi. “ Reaksi Pak Supir sangat tak terduga. Suaranya malah semakin tinggi. “Macam mana bos ini? Aku saja yang berpendidikan pas-pasan cukup tahu bahwa Istana itu simbol lembaga negara tertinggi di negeri ini. Apa pantas orang-orang seperti itu diundang ke istana? Aku tersinggung, Bos...!
Mendengar ucapan supir taksi yang begitu menyentuh, saya jadi terdiam. Luar biasa, supir taksi saja tahu bahwa istana adalah simbol kehormatan dan kewibawaan negara yang citra dan marwahnya perlu dijaga. Apakah para petinggi negeri yang malam itu mengusung tiga pelaku tindak pidana korupsi ke istana, tidak tahu hal ini? Tidakkah harga yang harus dibayar oleh bangsa ini menjadi lebih mahal ketika yang dipertaruhkan adalh bangunan tata nilai yang selama ini kita junjung tinggi dan sangat tinggi pula nilainya?!
Dipandang dari sisi niat baik pemerintah melalui kaca mata politik, langkah memboyong para koruptor (Fugutive) bertandang ke istana, bisa dimengerti walau masih sulit untuk dipahami. Dalam kaitan pragmatisme politik bagi para pembobol dana BLBI yang masih berada di persembunyian, langkah ini bisa saja merupakan tawaran yang sexy dan memukau. Dengan demikian mereka merasa nyaman dan terjamin hingga mempunyai keberanian pulang dan mengembalikan uang hasil ‘curian’. Tentunya dengan harapan dapat kembali menghirup hawa bebas di negeri ini sebagai warga negara yang lumayan terpandang.
Dalam kaitan tat laksana penegakan hukum secara kelembagaan, peristiwa ini merupakan preseden yang cukup memuaskan. Akan lebih pas bila para koruptor diboyong ke kantor Kejaksaan Agung RI, karena di lembaga inilah kewenangan menghentikan atau melanjutkan proses pidana bagi para pelanggar hukun ditentukan. Bukan di Istana tempat dimana Yang Mulia Presiden Republik Indonesia tinggal dan berada.
Menyangkut kebesaran hati para petinggi negeri yang menghembuskan angin surga akan mengeluarkan SP3 bagi koruptor BLBI bila bersikap kooperatif dan berkenan mengembalikan uang korupsinya, saya jadi teringat pada mereka yang terpidana dalam kasusu Akbar Tandjung sehubungan skandal proyek fiktif belum lama ini. Bila ketiga pembawa kabar uang negara kelak dibebaskan, tidakkah mereka juga layak dibebaskan toh uang yang dicuri juga dikembalikan? Bila kebijakan pemutihan dosa lewat pengembalian uang haram ini dilembagakan, selain sulit mencari payung hukum yang mendasarinya, satu hal yang menarik adalah pesan yang ditinggalkan oleh peristiwa ini kepada lembaga KPK dan TIPIKOR. Pesannya kira-kira begini; Kalian tidak perlu susah payah berpanjang-panjang memriksa para koruptor, cukup lontrakan pertanyaan, “Mau kembalikan atau tidak ?” Bila mereka mau dan kooperatif, bebaskan. Bila tidak, cepat kirim ke penjara. Lewat peristiwa luar biasa ini, benar juga keluhan pak supir taksi: pening aku dibuatnya! Lebih pening lagi ketika mempertanyakan, kalau istana sudah direndahkan martabatnya sejauh itu, lalu kemana lagi rakyat harus mencari istananya.

Rabu, 24 Oktober 2012

Kenapa Kita Menutup Mata

Ketika kita tidur
Ketika kita menangis
ketika kita membayangkan

Ini karena hal terindah di dunia tidak terlihat
Ada hal-hal yang tidak ingin kita lepaskan
Ada orang-orang yang tidak ingin kita tinggalkan

Tapi ingatlah
Melepaskan bukan akhir dari dunia
Melainkan awal suatu kehidupan baru

Kebahagiaan ada untuk mereka yang menangis
Mereka yang tersakiti
Mereka yang telah mencari
Dan mereka yang telah mencoba
Karena merekalah yang bisa menghargai
Betapa pentingnya orang yang telah menyentuh kehidupan mereka

By Created : Adhyel

Selasa, 23 Oktober 2012

Pengertian Korupsi

Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
  • perbuatan melawan hukum;
  • penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
  • memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
  • merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:
  • memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
  • penggelapan dalam jabatan;
  • pemerasan dalam jabatan;
  • ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
  • menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.

Sumber: http://id.wikipedia.org

Minggu, 21 Oktober 2012

Aku Terdiam Bukan Karena Bisu

Kuterdiam bukan karena bisu
Kemudian kuberjalan mencoba mematikan langkah
Yang paling terbesar dalam hidupku saat ini
Hanyalah apabila kumampu bangkit kembali
Dari sebuah rasa untuk mencintaimu

Janganlah kau bersedih hati
Karena kehadiranku disisimu
Hanya membuatmu terluka

Kau bagaikan ...
Cahaya yang dulu aku kagumi
Kini dimataku tak lagi bersinar
Gelap direlung hati meredup dalam kelemahanku
Lalu terpadam dalam kekosongan jiwaku

Senyum itu kian pergi bersama hari-hari
Yang terus mati menghilang bagai senja
Yang mengatup memeluk awan

Dan percikan air mata ini
Seakan memecah butir-butir embun pagi
Membasahi celah-celah sanubari
Yang membelah kesedihan

Disini aku semakin terluka oleh DIA yang memberiku CINTA
Disini aku harus kembali terdiam karena kepedihan yang kurasa

Hampa semakin merona mempesona
Berjalan berkeliling menggenggam duka cita
Luka terus menyebar melumpuhkan jiwaku
Lalu mengendap menyusup bersama asa yang tak tersisa
Dan tutur kata bahasa cinta
Tak lagi bermakna
Terbenam dalam lentera malam yang tak bersuara


By Created : Adhyel

Jumat, 19 Oktober 2012

Pembentukan Kualitas Pegawai Melalui Proses Seleksi

Ryaas Rasyid (1998:58) memberikan gambaran seleksi pegawai negeri sipil secara objektif merupakan langkah awal pembentukan sosok aparatur pemerintah daerah yang berkualitas, profesional, jujur, dan bertanggung jawab.
Miftha Thoha (1993:42) mengemukakan kualitas aparatur pemerintah sangat menentukan mutu pelayanan yang diberikan dalam pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Lebih lanjut ia mengatakan, urusan bisnis di Indonesia sangat sukar sebagai akibat lemahnya mutu pelayanan aparatur birokrasi yang berbelit-belit.
Pegawai yang berkedudukan sebagai aparatur pemerintah selaku pemberi pelayanan dituntut untuk mengacu dan memperhatikan berbagai hal-hal seperti yang dikemukakan oleh Sugiyati (1999:34) yaitu :
1.      Kepuasan total pelanggan.
2.      Menjadikan kualitas sebagai tujuan utama dalam pelayanan.
3.      Membangun kualitas dalam sebuah proses.
4.      Menerapkan filosofi, berbicara berdasarkan fakta.
5.      Manjalin kemitraan baik internal maupun eksternal.
Usaha memberikan pelayanan yang memuaskan kepada pihak yang dilayani hendaknya aparat pelayanan memahami variabel-variabel pelayanan prima yang terdapat dalam agenda perilaku pelayanan prima sektor publik sekolah staf dan pimpinan administrasi  Nasional Negara, (Sespanas –LAN, 1998:35) yaitu:
1.      Pemerintah yang bertugas melayani.
2.      Masyarakat yang dilayani pemerintah.
3.      Kebijaksanaan yang dijadikan landasan pelayanan publik.
4.      Peralatan atau sarana pelayanan yang canggih.
5.      Recourse yang tersedia untuk diracik dalam bentuk kegiatan pelayanan.
6.  Kualitas pelayanan yang memuaskan masyarakat sesuai dengan standar asas-asas pelayanan.
7.   Manejemen, kepemimpinan dan organisasi-organisasi yang bergerak dalam pelayanan masyarakat.
8.   Perilaku yang terlibat dalam pelayanan  masyarakat (pejabat dan masyarakat harus  melaksanakan fungsi masing-masing).
Patricia Patton yang dikutip Moekijat (1985:56-57) mengemukakan layanan yang dapat memberikan kepuasan pelanggan adalah layanan yang dilakukan sepenuh hati yaitu:
1.      Memahami emosi-emosi diri.
2.      Kompetensi.
3.      Mengelola emosi-emosi diri.
4.      Bersifat kreatif dan memotivasi diri sendiri
5.      Menyelaraskan emosi-emosi orang lain.